Budaya merupakan kekayaan yang tidak ternilai harganya. Budaya menjadi
karakter (identitas) suatu daerah tertentu. Namun, apa jadinya ketika
terjadi penyimpangan terhadap budaya itu sendiri. Pastinya, masyarakat
akan kehilangan “jati diri” daerahnya.
Menurut filologi Jawa,
budaya Jawa termasuk tertua di muka bumi ini. Maka dari itu, sebuah
keniscayaan bagi orang Jawa untuk menjaga, melestarikan, dan membumikan
budayanya sendiri. Dengan cara menjaga dari para perusak, baik dari dalam maupun dari luar. (3/9)
Pada saat menghadiri kegiatan kesenian kuda lumping Srda Doso
menuturkan Sebagai orang jawa, pasti kita tahu “Kuda Lumping” atau dalam
bahasa Jawa dikenal dengan Jaran Kepang atau Jathilan. Kuda Lumping
merupakan tarian tradisional Jawa yang dilakukan dengan memakai
kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu sehingga menyerupai kuda
yang kemudian ditunggangi oleh pelaku kuda lumping.
Kuda lumping awalnya adalah tarian yang disuguhkanoleh masyarakat Jawa kepada pasukan Pangeran Diponegoro yang melawan penjajah pada masa dulu. Tarian ini, merupakan bentuk apresiasi orang Jawa kepada Pangeran Diponegoro. Dalamsetiap pagelarannya, tarian kuda lumping menyuguhkan beberapa tari,yaitu“Buto Lawas, Senterewe, dan Begon Putri”.
Dewasa ini, banyak budaya lokal yang bergeser dari koridornya. Penyebabnya, tidak lain karena masuknya budaya asing ke masyarakat Jawa, ditambah faktor internal dari masyarakat Jawa sendiri. Faktor lain yang menjadi masalah adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya peranan budaya lokal. Budaya lokal merupakan identitas bangsa. Sebagai identitas bangsa, budaya lokal harus dijaga keaslianya.
Sungguh ironis, banyak kebudayaan Indonesia yang hampir punah lantaran tersingkir oleh serbuan budaya Barat, Serda Doso juga mengajak untuk senantiasa bagaimana mempertahankan, melestarikan, menjaga, serta mewarisi budaya lokal dengan sebaik-baiknya agar mengharumkan nama Indonesia, termasuk penyalahgunaan tarian kuda lumping. (arf-red).
Kuda lumping awalnya adalah tarian yang disuguhkanoleh masyarakat Jawa kepada pasukan Pangeran Diponegoro yang melawan penjajah pada masa dulu. Tarian ini, merupakan bentuk apresiasi orang Jawa kepada Pangeran Diponegoro. Dalamsetiap pagelarannya, tarian kuda lumping menyuguhkan beberapa tari,yaitu“Buto Lawas, Senterewe, dan Begon Putri”.
Dewasa ini, banyak budaya lokal yang bergeser dari koridornya. Penyebabnya, tidak lain karena masuknya budaya asing ke masyarakat Jawa, ditambah faktor internal dari masyarakat Jawa sendiri. Faktor lain yang menjadi masalah adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya peranan budaya lokal. Budaya lokal merupakan identitas bangsa. Sebagai identitas bangsa, budaya lokal harus dijaga keaslianya.
Sungguh ironis, banyak kebudayaan Indonesia yang hampir punah lantaran tersingkir oleh serbuan budaya Barat, Serda Doso juga mengajak untuk senantiasa bagaimana mempertahankan, melestarikan, menjaga, serta mewarisi budaya lokal dengan sebaik-baiknya agar mengharumkan nama Indonesia, termasuk penyalahgunaan tarian kuda lumping. (arf-red).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar